campurantailing, tanah, dan bahan organik (Tabel 1). Tabel 1. Tinggi sengon pada campuran tailing, tanah, dan bahan organik pada umur 28, 42, 56, 70, dan 84 hari setelah tanam Perlakuan (cmTinggi ) bibit ) 28 HST 42 HST 56 HST 70 HST 84 HST Tailing + tanah 4,50 a 6,88 a 9,08 a 12,71 a 14,81 a ANALISISKANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA AIR IRIGASI TANAH SAWAH BERTERAS DI KOTA PADANG SKRIPSI Oleh RUS MUHAMMAD ARSYAD 1410232008 DOSEN PEMBIMBING: 1. Prof. Dr. Ir. Yulnafatmawita, Msc organik yang dapat terbawa sedimentasi dan air, yang pertama adalah Dissolved Organik Matter (DOM) yang terbawa mengikuti aliran air dan yang kedua adalah Berikutadalah tahapan budidaya ikan gabus di kolam tanah secara tepat: 1. Syarat Lokasi Budidaya Ikan Gabus. Hal pertama yang harus diperhatikan saat akan membuat kolam terpal adalah pemilihan lokasi yang strategis sehingga Anda bisa rutin melakukan pengecekan kondisi dari kolam terpal ikan gabus tersebut. B Tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lebih lemah. warna karatan atau kohesi dan humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase tanah dan juga mineralogi tanah (Thompson dan Troen Mineral: ion positif dalam tanah yaitu Kalium (K +), Kalsium (Ca 2+) dan magnesium (Mg 2+); ion negatifnya yaitu nitrat (NO 3-), fosfat (H 2 PO 4-) dan sulfat (SO42-) yang merupakan nutrisi bagi tumbuhan. Kandungan mineral dalam tanah yang berbeda-beda menentukan sifat dan karakter tanah. Namun, idak semua tanah sesuai untuk bercocok tanam. Contohnya: tanaman kacang - kacangan yang berfungsi untuk menambat unsur Nitrogen dari udara, menambah kandungan bahan organik tanah, memiliki C/N rasio rendah sehingga mudah terdekomposisi. Semua bahan organik pada dasarnya dapat diubah menjadi kompos. Pabrik kelapa sawit menghasilkan janjang kosong dan lumpur padat (solid). Limbah industri Dalampembicaraan tentang tanah sebagai ekosistem yang telah dijelaskan bahwa tanah bukan massa mati. Ada kehidupan dalam tanah berupa akar tumbuhan dan flora serta fauna tanah, sehubungan dengan produksi enzim, CO 2 dan beraneka zat organik, kehidupan dalam tanah bertanggung jawab atas terjadinya banyak ahli ragam fisik dan kimia. Sifat dan tampakan tanah yang mengimplikasikan kegiatan hayati 2] Kandungan bahan organik tanah berkisar antara 0,5-5% pada tanah-tanah mineral, dan mencapai 98% untuk tanah gambut /organik. [3] Banyak parameter yang dapat digunakan untuk mencirikan kualitas bahan organik diantaranya adalah kandungan karbon dan nitrogen (C/N), kandungan bahan-bahan humus, kandungan lignin, selulosa, dll. [4] PDF| Bahan organik fosfor (P) dalam sedimen memainkan peranan dalam fotosintesis, penggunaan gula dan Pati, dan pengalihan energi yang dibutuhkan oleh | Find, read and cite all the research horizontanah yang paling subur yang ditandai dengan penrcampuran komposisi bahan induk dan bahan organik yang sesuai untuk tanaman adalah horizon . SD Matematika Bahasa Indonesia IPA Terpadu Penjaskes PPKN IPS Terpadu Seni Agama Bahasa Daerah 9o6sKUj. Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Bahan Organik Tanah1. Kedalaman Tanah 2. Faktor Iklim3. Faktor Tekstur Tanah 4. Faktor Drainase5. Faktor Vegetasi6. Faktor Penggunaan Lahan7. Faktor Kegiatan ManusiaArtikel Terkait Pengertian Bahan organik adalah kumpulan senyawa organik kompleks yang mulai terjadi dekomposisi atau yang telah terjadi dekomposisi. 7 Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Bahan Organik Tanah Bentuknya bisa humus dari hasil humifikasi ataupun senyawa anorganik yang terjadi dari hasil mineralisasi. Didalmnya juga termasuk mikroba heterotrofik dan ototrofik yang berada didalamnya dan tentunya yang terlibat. Keberadaan bahan organik dalam tanah sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Tanpa adanya bahan organik di dalam tanah tanaman tidak akan dapat tumbuh dengan subur dan maksimal pertumbuhanya. Bahan organik ini juga berhubungan dengan ketersediaan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Belum lagi unsur hara yang lain. Mikroorgnisme yang dapat menyuburkan tanah pun juga bergantung pada ketersediaan bahan organik ini. Bahan organik akan menjadi habitat yang ideal bagi mikroorganisme tanah untuk dapat tumbuh dan berkembang sehingga tanah dapat disuburkan. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan bahan organik di dalam tanah. Faktor-faktor tersebut dapat menambahi juga dapat mengurangi keberadaanya. Untuk penjelasan lebih detilnya dapat dilihat uraianya di bawah ini 1. Kedalaman Tanah Salah satu keunikan dari bahan organik ini adalah walaupun keberadaanya sangat berpengaruh terhadap tanaman maupun bagi tanah itu sendiri, bahan organik ini ternyata hanya dibuthkan dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Keberadaan bahan organik di dalam tanah sebesar 3 sampai 5 persen saja sudah dapat dikatakan ideal untuk tanah yang subur. Selain itu, keunikanya adalah bahan organik ini hanya ada di permukaan tanah. Artinya, semakin dalam lapisan tanah maka semakin sedikit bahan organiknya. 2. Faktor Iklim Suhu dan curah hujan dapat mempengaruhi keberadaan bahan organik di dalam tanah. Semakin rendah suhu suatu daerah maka akan semakin banyak bahan organik yang dapat ditemukan. Begitu jika kelembaban suatu daerah cukup tinggi maka akan tinggi pula kandungan bahan organik di dalam tanah. Maka dari itu daerah yang mempunyai cukup curah hujan tanahnya akan cenderung subur. Berbeda dengan kondisi tanah yang jarang terkena hujan yang cenderung tandus karena berkurangnya bahan organik di dalam tanah. 3. Faktor Tekstur Tanah Tekstur pada tanah juga dapat mempengaruhi kandungan bahan organik dalam tanah. Tanah yang mengadung banyak pasir akan mempunyai tingkat oksdasi yang tinggi sehigga bahan organik akan mudah hilang atau cepat habis. Sebaliknya, tanah yang mengandung banyak liat memiliki tingkat oksidasi yang rendah sehingga keberadaan bahan organik di dalam tanah dapat dipertahankan dengan baik dan tidak cepat habis. 4. Faktor Drainase Semakin baik drainase maka semakin mudah bahan organik dalam tanah dapat larut. Sedangkan jika drainase di suatu lahan tidak cukup baik dalam mengalirkan air maka bahan organik dapat diselamatkan untuk tidak ikut larut dalam aliran air. 5. Faktor Vegetasi Faktor vegetasi juga dapat mempengaruhi keberadaan unsur hara di dalam tanah. Hal ini terutama vegetasi penutup tanah dimana ia berfungsi untuk melindungi bahan organik tersebut dari terpaan air hujan yang bisa menyebabkan erosi. 6. Faktor Penggunaan Lahan Bahan organik di dalam tanah juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Jika suatu lahan digunakan untuk kegiatan pertanian atau pembudidayaan suatu tanaman, tentunya bahan organiknya akan ditingkatkan. Sebaliknya, jika suatu lahan digunakan untuk hunian atau suatu bangunan tertentu maka bahan organiknya akan cenderung berkurang. 7. Faktor Kegiatan Manusia Faktor inilah yang saat ini sendang mengkhawatirkan terhadap keberadaan bahan organik di dalam tanah. Banyaknya pembukaan lahan dan pencemaran tanah membuat kegiatan manusia merupakan faktor yang sangat mengancam keberadaan bahan organik ini di dalam tanah. Namun kegiatan manusia juga dapat berdampak sebaliknya yaitu dapat mempertahankan keberadaan bahan organik di dalam tanah. Hanya saja saat ini kegiatan manusia lebih banyak yang mengancam keberadaan bahan organik ini di dalam tanah. Demikianlah pembahasan mengenai 7 Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Bahan Organik Tanah. Semoga bisa bermanfaat. Baca Juga Proses Terbentuknya Tanah memanfaatkan abu vulkanik sebagai pupuk alami, pembenah tanah, dan penangkap karbon jauh lebih murah dibanding usulan lain ...Jakarta ANTARA - Sektor pertanian Indonesia diperkirakan berkontribusi melepas karbon sebagai gas rumah kaca sebanyak 13 persen dari total emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas kemudian berkomitmen mengurangi emisi dari sektor lahan, termasuk pertanian, sebesar 58,3 persen pada 2024. Pemerintah juga mendorong sistem pertanian rendah emisi karbon. Di sisi lain, bidang pertanian menjadi sektor paling rentan terdampak perubahan iklim sehingga ketahanan pangan Indonesia juga terancam. ​Indonesia dituntut mempertahankan produksi pertanian sekaligus menekan emisi gas karbon. Berbagai strategi jitu, seperti promosi pertanian organik melalui subsidi pupuk organik dan bantuan pupuk organik, mulai diupayakan Pemerintah. Tujuannya agar karbon dapat disimpan ke dalam tanah sekaligus memulihkan tanah untuk menopang produksi pertanian. Prinsipnya, pupuk organik harus dikombinasikan dengan pupuk anorganik agar produksi pertanian tidak melandai. Tentu upaya itu layak didukung, diteruskan, dan digaungkan. Namun, artikel ini membahas upaya lain yang jarang dilirik berbagai pihak, yaitu memanfaatkan abu vulkanik asal semburan gunung berapi. Abu vulkanik dapat menjadi solusi mempertahankan ketahanan pangan yang berbasis alam. Di negara-negara dengan gunung berapi aktif, seperti Indonesia, abu vulkanik dapat digunakan untuk memasok nutrisi sekaligus mengurangi CO2 dari atmosfer. Sejujurnya sejak lama pengetahuan abu vulkanik dapat menyuburkan tanah sudah banyak diketahui peneliti, akademisi, bahkan oleh petani klasik. Namun, manfaat abu vulkanik sebagai pembenah tanah atau pupuk masih terbatas dinikmati oleh para petani di wilayah sekitar gunung berapi di Jawa. Bahkan masih banyak petani yang menikmati kesuburan tanah dari abu vulkanik tanpa sadar bahwa sumber pupuk gratis itu berasal dari semburan gunung berapi. Sewaktu Gunung Sinabung meletus di Sumatera Utara, para petani mengeluh karena abu gunung berapi merusak tanaman dan mengganggu pertanian. Abu-abu di jalanan dicuci karena mengganggu lalu lintas. Belum ada upaya sistematis memperluas skala memanfaatkan abu vulkanik untuk memperbaiki tanah-tanah miskin hara. Indonesia memiliki setengah dari jumlah letusan gunung berapi mematikan di dunia. Setiap bulan terjadi letusan gunung berapi yang lebih kecil. Karena letusan yang berulang, tanah di daerah gunung berapi biasanya memiliki lapisan abu yang berlapis-lapis. Tanah seperti ini dapat ditemukan di dekat 127 gunung berapi aktif dan tidak aktif yang tersebar di pulau-pulau Sumatra, Jawa, Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, bagian utara Sulawesi, dan Maluku. Abu sering dianggap sebagai gangguan, tidak banyak digunakan sebagai perbaikan tanah di lahan pertanian, dan belum diteliti dengan memadai sebagai alternatif untuk batu basalt yang dihancurkan. Di kalangan ilmuwan ilmu tanah, abu vulkanik telah menjadi objek kajian yang menarik sejak dulu kala. Musababnya, selama proses pelapukan abu vulkanik menjadi tanah juga terjadi penyerapan CO2 dari atmosfer yang melimpah. Ketika disemburkan dari mulut gunung berapi, kandungan karbon organik dari abu vulkanik adalah nol alias nol persen. Namun, ketika berubah menjadi tanah, maka tanah vulkanik dapat memiliki kandungan C-organik sebesar 10 persen. Tanah yang berasal dari abu vulkanik itu disebut andisol atau andosol. Kata ando berasal dari bahasa Jepang yang bermakna hitam. Tanah yang berasal dari abu vulkanik umumnya berwarna hitam yang menjadi penanda kaya bahan organik. Bandingkan dengan rata-rata kandungan karbon organik pada tanah mineral yang hanya 1 sampai 2 persen. Warna tanah andosol selain hitam juga merah atau merah kekuningan sebagai penanda tingginya kandungan besi. Selain andosol, tidak ada tanah mineral yang kandungan bahan organiknya di atas 10 persen. Tanah dengan kandungan bahan organik di atas 10 persen biasanya adalah tanah organik yang juga disebut gambut. Luasan andisol hanya 1 persen dari luas permukaan bumi, tetapi andisol mengandung sekitar 5 persen dari stok karbon tanah global Dahlgren et al., 2004. Abu Vulkanik Sejumlah peneliti seperti Prof. Dian Fiantis dari Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, mengungkap lapisan tanah permukaan tanah vulkanik di Sumatera Barat mengandung karbon organik rata-rata 4 persen dan dalam beberapa kasus mencapai 15 persen. Pada tahun 1930-an Mohr, ahli tanah dari Belanda, bahkan mengasosiasikan kepadatan penduduk di tanah Jawa berhubungan erat dengan sebaran tanah andisol. Menurutnya, wilayah terpadat di Pulau Jawa terpusat di area-area tanah subur yang berkembang dari bahan induk abu vulkanik. Di Indonesia, tanah asal abu vulkanik luasannya menapai 31,7-juta hektar atau 17 persen luas daratannya. Letusan gunung berapi menyediakan abu vulkanik dan tefra. Namun, tefra tidak banyak digunakan dan belum diinvestigasi dengan memadai sebagai pembenah tanah untuk mengikat karbon. Hitungan penulis yang diterbitkan di Jurnal Soil Security berjudul Applying Volcanic Ash to Croplands–The Untapped Natural Solution mencatat besaran dan peluang potensi pengurangan CO2 dari bahan vulkanik yang diproduksi setiap tahun di Indonesia. Pada tahun-tahun dengan letusan gunung berapi yang signifikan, pengurangan berikutnya akan mencapai 100-200 juta ton CO2 atau 20-40 persen emisi bahan bakar fosil negara tersebut. CO2 yang ditangkap ketika bahan vulkanik melapuk merupakan bagian dari siklus karbon global yang jumlahnya tergantung penggunaan lahan. Ketika abu vulkanik melapuk, pelapukan kimiawi senyawa yang mengandung kalsium dan magnesium menambat CO2 dari atmosfer. Kation dasar yang melapuk dan bikarbonat yang mengendap dalam tanah disimpan sebagai karbon anorganik atau terlarut. Demikian pula iklim dan vegetasi memengaruhi laju pelapukan termasuk kondisi larutan tanah, pH, dan kondisi redoks. Yang luar biasa, abu vulkanik yang tidak mengandung karbon organik itu secara cepat mampu mengakumulasi karbon. Musababnya, abu yang telah melapuk merupakan mineral amorf dengan luas permukaan yang besar sehingga memungkinkan memerangkap karbon asal vegetasi yang tumbuh maupun mikroba yang hidup. Setelah ditangkap, karbon organik bertahan lama dalam tanah karena dilindungi dari aktivitas mikroba oleh kompleks organometalik. Kompleks tersebut membentuk penghalang fisik dan kimia yang mencegahnya dilepaskan kembali ke atmosfer. Satu eksperimen menunjukkan bahwa abu vulkanik yang baru terendap dapat mengakumulasi karbon organik tanah dengan kecepatan 1,8-2,5 ton CO2 per hektare per tahun melalui pembentukan lumut dan tumbuhan vaskular. Laju ini jauh lebih tinggi daripada sistem manajemen karbon tanah mana pun. Keistimewaan abu vulkanik itu sering terabaikan karena saat ini abu vulkanik sering tererosi sehingga cepat terbawa air hujan lalu masuk ke sistem akuatik seperti sungai, danau, dan samudera. Pada konteks ini, peluang abu vulkanik sebagai bahan pembenah tanah, pemberi nutrisi tanah, serta penangkap karbon tanah hilang karena langsung berpindah ke sungai dan laut yang menyebabkan masalah di perairan yang menjadi beban bagi lingkungan. Di perairan, abu vulkanik tidak dapat melapuk dan menangkap karbon secara efektif. Dengan teknik pengelolaan yang tepat pada lansekap tertentu, memanfaatkan abu vulkanik sebagai pupuk alami, pembenah tanah, dan penangkap karbon jauh lebih murah dibanding usulan lain seperti menambang dan menggiling batuan basal dari luar untuk pupuk dan pembenah tanah. Abu vulkanik tidak perlu digiling, tetapi dapat menyerap jumlah karbon yang signifikan dari atmosfer, serta memasok nutrisi yang berlimpah bagi kesuburan tanah untuk mewujudkan ketahanan tanah soil security dan ketahanan pangan food security. Dengan demikian, abu vulkanik dapat dimasukkan dalam akuntansi karbon dan pengelolaannya dapat menjadi bagian dari strategi pengurangan emisi. Terakhir, jika abu vulkanik tidak digunakan untuk sektor pertanian, maka abu tersebut dapat terbawa oleh sungai atau samudera. Kemampuan mereka menangkap CO2 masih dapat terjadi di perairan dengan tingkat yang lebih rendah, tetapi menjadi tidak menguntungkan untuk memperbaiki kualitas tanah, mendukung ketahanan pangan, serta tidak berkontribusi menjadi bagian sektor pertanian rendah karbon. * Prof. Budiman Minasny, SP, Profesor Ilmu Tanah dan Lingkungan di University of Sydney, Australia dan Dr. Destika Cahyana, SP, Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, Badan Riset, dan Inovasi Pertanian. Editor Achmad Zaenal M COPYRIGHT © ANTARA 2023 1. Kandungan Makro dalam Tanah a. Kandungan organik Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik. Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa 2007 dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen. Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK Kapasitas Tukar Kation dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah. b. Nitrogen Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein Hanafiah 2005.Menurut Hardjowigeno 2003 Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah bahan organik halus dan bahan organik kasar, pengikatan oleh mikroorganisme dari nitrogen udara, pupuk, dan air hujan. Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah. Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut Hardjowigeno 2003. Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain RAM 2007. Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea CON22 dalam bentuk NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan. c. Fosfor Unsur Fosfor P dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 Hardjowigeno 2003. Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan solubilitas P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian Menurut Leiwakabessy 1988 di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah tua di Indonesia podsolik dan litosol umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P Hanafiah 2005. Menurut Foth 1994 jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil. d. Kalium Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. 1986, menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri. Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit kalium. e. Kalsium Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci Leiwakabessy 1988. Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim RAM 2007. f. Magnesium Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium Hanafiah 2005. g. Belerang Belerang dari dalam tanah diasimilasi oleh tanaman sebagai ion sulfat SO4- . Di suatu daerah terjadi pencemaran SO2 d iatmosfer, maka belerang dapat diadsorpsi oleh daun daun tanaman sebagai sulfur oksida. Kandungan SO2 yangcukup tinggi di atmosfer dapat mematikan tanaman. 2. Kandungan Mikro dalam Tanah Unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil antara lain Besi Fe, Mangan Mn, Seng Zn, Tembaga Cu, Molibden Mo, Boron B dan KlorCl. a. Besi Fe Besi Fe merupakan unsure mikro yang diserap dalam bentuk ion feri Fe3+ ataupun fero Fe2+. Fe dapat diserap dalam bentuk khelat ikatan logam dengan bahan organik. Mineral Fe antara lain olivin, pirit, siderit FeCO3, gutit FeOOH, magnetit Fe3O4, hematit Fe O3 dan ilmenit FeTiO3 Besi dapat juga diserap dalam bentuk khelat, sehingga pupuk Fe dibuat dalam bentuk khelat. Khelat Fe yang biasa digunakan adalah Fe-EDTA, Fe-DTPA dan khelat yang lain. Fe dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daundianggap lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan lewat akar, terutama pada tanaman yang mengalami defisiensi Fe. Dengan demikian pemupukan lewat daun sering diduga lebih ekonomis dan efisien. Fungsi Fe antara lain sebagai penyusun klorofil, protein, enzim, dan berperanan dalam perkembangan kloroplas. Sitokrom merupakan enzim yang mengandung Fe porfirin. Kerja katalase dan peroksidase digambarkan secara ringkas sebagai berikut Catalase H2O + H2O → O2 + 2 H2O Peroksidase AH2 + H2O → A + H2O Fungsi lain Fe ialah sebagai pelaksana pemindahan electron dalam proses metabolisme. Proses tersebut misalnya reduksi N2 , reduktase solfat, reduktase nitrat. Kekurangan Fe menyebabakan terhambatnya pembentukan klorofil dan akhirnya juga penyusunan protein menjadi tidak sempurna. Defisiensi Fe menyebabkan kenaikan kadar asam amino pada daun dan penurunan jumlah ribosom secara drastik. Penurunan kadar pigmen dan protein dapat disebabkan oleh kekurangan Fe dan juga akan mengakibatkan pengurangan aktivitas semua enzim. b. Mangan Mn Mangan diserap dalam bentuk ion Mn2+ seperti hara mikro lainnya, Mn dianggap dapat diserap dalam bentuk kompleks khelat dan pemupukan Mn sering disemprotkan lewat daun. Mn dalam tanaman tidak dapat bergerak atau beralih tempat dari logam yang satu ke organ lain yang membutuhkan. Mangaan terdapat dalam tanah berbentuk senyawa oksida, karbonat dan silikat dengan nama pirolusit MnO2, manganit MnOOH, rhodochrosit MnCO3 dan rhodoinit MnSiO3. Mn umumnya terdapat dalam batuan primer, terutama dalam bahan ferro magnesium. Mn dilepaskan dari batuan karena proses pelapukan batuan. Hasil pelapukan batuan adalah mineral sekunder terutama pyrolusit MnO2 dan manganit MnOOH. Kadar Mn dalam tanah berkisar antara 300 smpai 2000 ppm. c. Seng Zn Zink diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn2+ dan dalam tanah alkalis mungkin diserap dalam bentuk monovalen ZnOH2 . Di samping itu, Zn diserap dalam bentuk kompleks khelat, misalnya Zn-EDTA. Seperti unsur mikro lain, Zn dapat diserap lewat daun. Kadar Zn dalam tanah berkisar antara 16-300 ppm, sedangkan kadar Zn dalam tanaman berkisar antara 20-70 ppm. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain sulfida ZnS, spalerit [ZnFeS], smithzonte ZnCO3, zinkit ZnO, wellemit ZnSiO3 dan ZnSiO4. Fungsi Zn antara lain pengaktif enim anolase, aldolase, asam oksalat dekarboksilase, lesitimase, sistein desulfihidrase, histidin deaminase, super okside demutase SOD, dehidrogenase, karbon anhidrase, proteinase dan peptidase. Juga berperan dalam biosintesis auxin, pemanjangan sel dan ruas batang. Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya pH, pengapuran yang berlebihan sering menyebabkan ketersediaaan Zn menurun. Tanah yang mempunyai pH tinggi sering menunjukkan adanya gejala defisiensi Zn, terutama pada tanah berkapur. Adapun gejala defisiensi Zn antara lain tanaman kerdil, ruas-ruas batang memendek, daun mengecil dan mengumpul resetting dan klorosis pada daun-daun muda dan intermedier serta adanya nekrosis. d. Tembaga Cu Tembaga Cu diserap dalam bentuk ion Cu++ dan mungkin dapat diserap dalam bentuk senyaewa kompleks organik, misalnya Cu-EDTA Cu-ethilen diamine tetra acetate acid dan Cu-DTPA Cu diethilen triamine penta acetate acid. Dalam getah tanaman bik dalam xylem maupun floem hampir semua Cu membentuk kompleks senyawa dengan asam amino. Cu dalam akar tanaman dan dalam xylem > 99% dalam bentuk kompleks. Dalam tanah, Cu berbentuk senyawa dengan S, O, CO3 dan SiO4 misalnya kalkosit Cu2S, kovelit CuS, kalkopirit CuFeS2, borinit Cu 5FeS4, luvigit Cu3AsS4, tetrahidrit [Cu,Fe.12SO4S3 ], kufirit Cu2O, sinorit CuO, malasit [Cu2OH2 CO3], adirit [Cu3 OH2 CO3], brosanit [Cu4OH6SO4]. Kebanyakan Cu terdapat dalam kloroplas >50% dan diikat oleh plastosianin. Senyawa ini mempunyai berat molekul sekitar dan masing-masing molekul mengandung satu atom Cu. Hara mikro Cu berpengaruh pafda klorofil, karotenoid, plastokuinon dan plastosianin. Fungsi dan peranan Cu antara lain mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan laktase. Berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman generatif, berperan terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan gejala defisiensi/ kekurangan Cu antara lain pembungaan dan pembuahan terganggu, warna daun muda kuning dan kerdil, daun-daun lemah, layu dan pucuk mongering serta batang dan tangkai daun lemah. e. Molibden Mo Molibden diserap dalam bentuk ion MoO4-. Variasi antara titik kritik dengan toksis relatif besar. Bila tanaman terlalu tinggi, selain toksis bagi tanaman juga berbahaya bagi hewan yang memakannya. Hal ini agak berbeda dengan sifat hara mikro yang lain. Pada daun kapas, kadar Mo sering sekitar 1500 ppm. Umumnya tanah mineral cukup mengandung Mo. Mineral lempung yang terdapat di dalam tanah antara lain molibderit MoS, powellit CaMo3 .8H2O. Molibdenum Mo dalam larutan sebagai kation ataupun anion. Pada tanah gambut atau tanah organik sering terlihat adanya gejala defisiensi Mo. Walaupun demikian dengan senyawa organik Mo membentuk senyawa khelat yang melindungi Mo dari pencucian air. Tanah yang disawahkan menyebabkan kenaikan ketersediaan Mo dalam tanah. Hal ini disebabkan karena dilepaskannya Mo dari ikatan Fe III oksida menjadi Fe II oksida hidrat. Fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat reduktase dan xantine oksidase. Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir menyerupai kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun menjadi pucat dan mati dan pembentukan bunga terlambat. Gejala defisiensi Mo dimulai dari daun tengah dan daun bawah. Daun menjadi kering kelayuan, tepi daun menggulung dan daun umumnya sempit. Bila defisiensi berat, maka lamina hanya terbentuk sedikit sehingga kelihatan tulang-tulang daun lebih dominan. f. Boron B Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat H2BO3 dan kadarnya berkisar antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat BOH4-. Boron yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5% dari kadar total boron dalam tanah. Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik. Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung melalui proses substitusi isomorfik dengan Al3+ dan atau Si4+ . Mineral dalam tanah yang mengandung boron antara lain turmalin H2MgNaAl3 BO2 Si4O2O20 yang mengandung 3 - 4% boron. Mineral tersebut terbentuk dari batuan asam dan sedimen yang telah mengalami metomorfosis. Mineral lain yang mengandung boron adalah kernit Na2B4O7 . 4H2O, kolamit Ca2B6O11 . 5H2O, uleksit NaCaB5O9 . 8H2O dan aksinat. Boron diikat kuat oleh mineral tanah, terutama seskuioksida Al2O3 + Fe2O3. Fungsi boron dalam tanaman antara lain berperanan dalam metabolisme asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol dan auksin. Di samping itu boron juga berperan dalam pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel, permeabilitas membran, dan perkecambahan serbuk sari. Gejal defisiensi hara mikro ini antara lain pertumbuhan terhambat pada jaringan meristematik pucuk akar, mati pucuk die back, mobilitas rendah, buah yang sedang berkembang sngat rentan, mudah terserang penyakit. g. Klor Cl Klor merupakan unsure yang diserap dalam bentuk ion Cl- oleh akar tanaman dan dapat diserap pula berupa gas atau larutan oleh bagian atas tanaman, misalnya daun. Kadar Cl dalam tanaman sekitar ppm berat tanaman kering. Kadar Cl yang terbaik pada tanaman adalah antara 340-1200 ppm dan dianggap masih dalam kisaran hara mikro. Klor dalam tanah tidak diikat oleh mineral, sehingga sangat mobil dan mudah tercuci oleh air draiinase. Sumber Cl sering berasal dari air hujan, oleh karena itu, hara Cl kebanyakan bukan menimbulkan defisiensi, tetapi justru menimbulkan masalah keracunan tanaman. Klor berfungsi sebagai pemindah hara tanaman, meningkatkan osmose sel, mencegah kehilangan air yang tidak seimbang, memperbaiki penyerapan ion lain,untuk tanaman kelapa dan kelapa sawit dianggap hara makro yang penting dan juga berperan dalam fotosistem II dari proses fotosintesis.